Ekosistem 2: Habitat dan Relung - Zona Belajar IPA SMP Zona Belajar IPA SMP: Ekosistem 2: Habitat dan Relung

Rabu, 01 Februari 2017

Ekosistem 2: Habitat dan Relung

HABITAT DAN RELUNG EKOLOGI

Sebelum kita mempelajari habitat dan relung ekologi, mari kita simak tayangan video berikut.

Sumber: idahofishgame, https://www.youtube.com/watch?v=pX433QZD77Y

Habitat

Habitat suatu organisme adalah tempat hidup organisme. Habitat merupakan alamat untuk menemukan organisme tertentu (Odum, 1993). Tempat hidup bukan hanya berarti sebagai tempat tinggal saja, tetapi tempat tersebut harus menyediakan makanan, dan juga memenuhi syarat sebagai tempat berlindung, bermain, istirahat, berkembang biak, mengasuh dan membesarkan anak-anaknya.
Habitat merupakan lingkungan alam suatu jenis makhluk hidup yang biasa dijumpai, dengan perubahan kondisi faktor-faktor lingkungan berada dalam batas-batas yang sesuai dengan jenis yang bersangkutan, sehingga perjalanan hidupnya berjalan lancar. Di dalam habitatnya makhluk hidup sudah menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada sehingga mampu bertahan hidup (survive), tumbuh (growth), dan berkembang biak (reproduksi).
Habitat suatu organisme bisa mempunyai area yang luas atau sempit. Perbedaan luas habitat ada kaitannya dengan luas geografi yang berpengaruh terhadap kondisi lingkungan yang ada di dalam habitat tersebut. Di dalam menyebutkan habitat, orang sering menunjuk pada keadaan lingkungan fisik dimana suatu organisme bisa ditemukan, misalnya laut, sungai, tanah berpasir, atau tanah berlumpur. Orang juga sering menyebut habitat suatu organisme berdasarkan komunitas organisme paling dominan, misalnya hutan padang rumput, tundra, dan taiga (Susanto, 2000).
Habitat merupakan suatu serangkaian komunitas-komunitas biotik yang ditempati oleh populasi kehidupan. Setiap makhluk hidup mempunyai habitat yang sesuai dengan kebutuhannya. Habitat yang sesuai menyediakan semua kelengkapan habitat yang dibutuhkan oleh suatu spesies selama musim tertentu atau sepanjang tahun. Kelengkapan habitat meliputi berbagai jenis makanan, perlindungan, dan faktor-faktor lain yang diperlukan oleh spesies untuk bertahan hidup dan bereproduksi secara berhasil (Yudhistira, 2002). Hal ini menunjukkan bahwa habitat merupakan hasil interaksi antar berbagai komponennya, baik komponen biotik maupun abiotiknya. Di dalam habitat semua komponen membentuk suatu sistem yang disebut ekosistem, dimana terjadi interaksi antar komponennya, antar spesies saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain.
Odum (1993) membagi habitat utama makhluk hidup ke dalam tipe habitat air tawar, ekosistem, air laut, estuari, dan darat. Habitat di alam ini pada umumnya bersifat heterogen, dengan faktor-faktor iklim maupuan macam dan sebaran vegetasinya yang berbeda-beda. Populasi organisme yang mendiami suatu habitat akan terkonsentrasi di suatu tempat dengan kondisi yang paling cocok bagi pemenuhan prasyarat hidupnya. Bagian dari habitat yang merupakan lingkungan dengan kondisi paling cocok dan paling akrab hubungannya dengan organisme yang menempatinya dinamakan mikrohabitat (Kramadibrata, 1996) . Batas antara mikrohabitat yang satu dengan yang lainnya seringkali tidak nyata. Namun demikian mikrohabitat memiliki peranan penting dalam menentukan keanekaragaman spesies yang menempati habitat tersebut. Setiap spesies akan terkonsentrasi pada mikrohabitat yang paling sesuai bagi kelangsungan hidupnya.

Relung

Relung ekologi (niche) merujuk pada posisi unik yang ditempati oleh suatu spesies tertentu berdasarkan rentang fisik yang ditempati dan peranan yang dilakukan di dalam habitatnya. Habitat dapat dianggap sebagai ”alamat” dimana suatu organisme dapat dijumpai, sedangkan relung dapat dianggap sebagai ”profesi” organisme di alam (Odum, 1993). Ada burung yang berprofesi sebagai pemakan serangga (insectivora), ada pula yang berprofesi sebagai pemakan biji (granivora). Demikian pula ada burung yang memiliki profesi sama sebagai pemakan daging (karnivora), seperti burung elang dan burung hantu, tetapi memiliki waktu berburu yang berbeda.
Seperti halnya persamaan atau keselingkupan (tumpang tindih) habitat, maka apabila dua spesies memiliki profesi yang sama pada habitatnya dapat dipastikan akan terjadi persaingan. Semakin banyak keselingkupan relung kedua spesies berinteraksi akan semakin intensif persaingannya (Santosa, 2004). Relung ekologi mengatur bagaimana keselingkupan itu bisa diminimalisir, sehingga setiap organisme mendapatkan sumber daya secara seimbang.
Relung ekologi dapat berupa relung ruang, makan, dan waktu beraktivitas. Relung ekologi dapat dibedakan menjadi relung habitat (habitat niche), relung makanan (food niche), dan relung multidimensi (multidimentional niche) (Kupchella & Hyland, 1993).
1.      Relung Habitat
Relung habitat lebih mengarah pada pengertian mikrohabitat. Relung habitat dapat dijumpai pada berbagai tipe ekosistem. Misalnya pada ekosistem danau dapat dijumpai pembagian ruang untuk berbagai spesies (gambar 3).
Gambar 3. Zonasi danau menggambarkan pembagian relung habitat
(Kupchella & Hyland, 1993)
2.      Relung Makan
Relung makan memungkin pembagian sumber makanan dan waktu mencari makanan. Misalnya pada habitat yang sama dapat dijumpai jenis burung pemakan serangga dan pemakan biji mencari makanan dalam waktu yang sama. Spesies dengan sumber makanan yang sama, seperti burung elang dan burung hantu memiliki waktu mencari makanan yang berbeda. Burung elang mencari makanan di siang hari dan burung hantu di malam hari.
3.      Relung Multidimensi
Relung multidimensi menggambarkan kisaran berbagai faktor fisik dan kimia serta peranan biotik yang memungkinkan suatu spesies dapat survive dan berkembang di dalam suatu komunitas. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa relung multidimensi merupakan gabungan dari relung habitat dan relung makanan. Sebagai contoh, kalau menyatakan relung multidimensi bakteri, berarti kita menjelaskan tentang kondisi mikrohabitat (pH, suhu, dan faktor lain) dan sekaligus menjelaskan tentang jenis makanan dari bakteri tersebut.

Evaluasi

Silahkan uji pemahaman kalian dengan mengerjakan soal kuis online berikut.



DAFTAR PUSTAKA

Kramadibrata, H. I. (1996). Diktat Kuliah Ekologi Hewan. Bandung: Jurusan Biologi FMIPA ITB.
Kupchella, C. E., & Hyland, M. C. (1993). ENVIRONMENTAL SCIENCE Living Within the System of Nature. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Odum, E. P. (1993). Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Santosa, K. (2004). Pengantar Ilmu Lingkungan. Semarang: UNNES Press.
Susanto, P. (2000). Pengantar Ekologi Hewan. Jakarta: PGSM Dirjen Dikti Depdiknas.
Yudhistira. (2002). Studi populasi dan habitat kehicap Flores di Flores Barat, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Bogor: Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan Fakultas Kehutanan IPB.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar