HABITAT
DAN RELUNG EKOLOGI
Sebelum kita mempelajari habitat dan relung ekologi, mari kita simak tayangan video berikut.
Sumber: idahofishgame, https://www.youtube.com/watch?v=pX433QZD77Y
Habitat
Habitat suatu organisme adalah tempat hidup organisme. Habitat merupakan alamat untuk menemukan organisme
tertentu (Odum, 1993). Tempat hidup bukan
hanya berarti sebagai tempat tinggal saja, tetapi tempat tersebut harus menyediakan
makanan, dan juga memenuhi syarat sebagai tempat berlindung, bermain,
istirahat, berkembang biak, mengasuh dan membesarkan anak-anaknya.
Habitat merupakan lingkungan alam suatu jenis makhluk hidup yang biasa
dijumpai, dengan perubahan kondisi faktor-faktor lingkungan berada dalam
batas-batas yang sesuai dengan jenis yang bersangkutan, sehingga perjalanan
hidupnya berjalan lancar. Di dalam habitatnya makhluk hidup sudah menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada sehingga
mampu bertahan hidup (survive),
tumbuh (growth), dan berkembang biak
(reproduksi).
Habitat suatu organisme bisa mempunyai area yang luas atau sempit.
Perbedaan luas habitat ada kaitannya dengan
luas geografi yang berpengaruh terhadap kondisi lingkungan yang ada di dalam
habitat tersebut. Di dalam menyebutkan habitat, orang sering menunjuk pada
keadaan lingkungan fisik dimana suatu organisme bisa ditemukan, misalnya laut,
sungai, tanah berpasir, atau tanah berlumpur. Orang juga sering menyebut
habitat suatu organisme berdasarkan komunitas organisme paling dominan,
misalnya hutan padang rumput, tundra, dan taiga
(Susanto, 2000).
Habitat merupakan suatu serangkaian komunitas-komunitas biotik yang
ditempati oleh populasi kehidupan. Setiap makhluk hidup mempunyai habitat yang sesuai dengan kebutuhannya. Habitat yang sesuai
menyediakan semua kelengkapan habitat yang dibutuhkan oleh suatu spesies selama
musim tertentu atau sepanjang tahun. Kelengkapan habitat meliputi berbagai jenis makanan, perlindungan, dan
faktor-faktor lain yang diperlukan oleh spesies untuk bertahan hidup dan
bereproduksi secara berhasil (Yudhistira, 2002).
Hal ini menunjukkan bahwa habitat merupakan hasil interaksi antar berbagai
komponennya, baik komponen biotik maupun abiotiknya. Di dalam habitat semua
komponen membentuk suatu sistem yang disebut ekosistem, dimana terjadi
interaksi antar komponennya, antar spesies saling berhubungan dan mempengaruhi
satu sama lain.
Odum (1993) membagi habitat utama makhluk hidup ke dalam tipe habitat air tawar, ekosistem, air laut, estuari, dan darat. Habitat di alam ini pada umumnya bersifat
heterogen, dengan faktor-faktor iklim maupuan macam dan sebaran vegetasinya
yang berbeda-beda. Populasi organisme yang mendiami suatu habitat akan
terkonsentrasi di suatu tempat dengan kondisi yang paling cocok bagi pemenuhan
prasyarat hidupnya. Bagian dari habitat yang merupakan lingkungan dengan
kondisi paling cocok dan paling akrab hubungannya dengan organisme yang
menempatinya dinamakan mikrohabitat (Kramadibrata, 1996) . Batas antara mikrohabitat yang satu dengan yang lainnya
seringkali tidak nyata. Namun demikian mikrohabitat memiliki peranan penting
dalam menentukan keanekaragaman spesies yang menempati habitat tersebut. Setiap
spesies akan terkonsentrasi pada mikrohabitat yang paling sesuai bagi
kelangsungan hidupnya.
Relung
Relung ekologi (niche) merujuk
pada posisi unik yang ditempati oleh suatu spesies tertentu berdasarkan rentang fisik yang ditempati dan peranan yang dilakukan di dalam habitatnya. Habitat dapat dianggap
sebagai ”alamat” dimana suatu organisme dapat dijumpai, sedangkan relung dapat
dianggap sebagai ”profesi” organisme di alam (Odum,
1993). Ada burung yang berprofesi sebagai pemakan serangga
(insectivora), ada pula yang berprofesi sebagai pemakan biji (granivora).
Demikian pula ada burung yang memiliki profesi sama sebagai pemakan daging
(karnivora), seperti burung elang dan burung hantu, tetapi memiliki waktu
berburu yang berbeda.
Seperti halnya persamaan atau keselingkupan (tumpang tindih) habitat,
maka apabila dua spesies memiliki profesi yang sama pada habitatnya dapat
dipastikan akan terjadi persaingan. Semakin banyak keselingkupan relung kedua spesies berinteraksi akan semakin intensif
persaingannya (Santosa, 2004). Relung
ekologi mengatur bagaimana keselingkupan itu bisa diminimalisir, sehingga
setiap organisme mendapatkan sumber daya secara seimbang.
Relung ekologi dapat berupa relung ruang, makan, dan waktu beraktivitas.
Relung ekologi dapat dibedakan menjadi
relung habitat (habitat niche),
relung makanan (food niche), dan
relung multidimensi (multidimentional
niche) (Kupchella & Hyland, 1993).
1.
Relung
Habitat
Relung habitat lebih mengarah pada pengertian mikrohabitat. Relung
habitat dapat dijumpai pada berbagai tipe ekosistem. Misalnya pada ekosistem danau
dapat dijumpai pembagian ruang untuk berbagai spesies (gambar 3).
Gambar 3. Zonasi danau menggambarkan
pembagian relung habitat
(Kupchella
& Hyland, 1993)
2.
Relung
Makan
Relung makan memungkin pembagian sumber makanan dan waktu
mencari makanan. Misalnya pada habitat yang sama dapat dijumpai jenis burung
pemakan serangga dan pemakan biji mencari makanan dalam waktu yang sama.
Spesies dengan sumber makanan yang sama, seperti burung elang dan burung hantu
memiliki waktu mencari makanan yang berbeda. Burung elang mencari makanan di siang hari dan
burung hantu di malam hari.
3. Relung
Multidimensi
Relung multidimensi menggambarkan kisaran
berbagai faktor fisik dan kimia serta peranan biotik yang memungkinkan suatu
spesies dapat survive dan berkembang
di dalam suatu komunitas. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa relung
multidimensi merupakan gabungan dari relung habitat dan relung makanan. Sebagai contoh, kalau
menyatakan relung multidimensi bakteri, berarti kita menjelaskan tentang
kondisi mikrohabitat (pH, suhu, dan faktor lain) dan sekaligus menjelaskan
tentang jenis makanan dari bakteri tersebut.
Evaluasi
Silahkan uji pemahaman kalian dengan mengerjakan soal kuis online berikut.
DAFTAR PUSTAKA
Kramadibrata, H. I. (1996). Diktat Kuliah
Ekologi Hewan. Bandung: Jurusan Biologi FMIPA ITB.
Kupchella, C. E., & Hyland, M. C.
(1993). ENVIRONMENTAL SCIENCE Living Within the System of Nature.
Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Odum, E. P. (1993). Dasar-Dasar Ekologi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Santosa, K. (2004). Pengantar Ilmu
Lingkungan. Semarang: UNNES Press.
Susanto, P. (2000). Pengantar Ekologi
Hewan. Jakarta: PGSM Dirjen Dikti Depdiknas.
Yudhistira. (2002). Studi populasi dan
habitat kehicap Flores di Flores Barat, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara
Timur. Bogor: Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan Fakultas Kehutanan IPB.